Pembahasan pemakzulan belakang ini ramai dibicarakan, baik melalui twitter, pernyataan di media dan diskusi terbuka oleh para tokoh dan akademisi. Melihat latar belakang dari para tokoh tersebut dan juga tujuan dari pemakzulan yang mereka inginkan sudah bisa ditebak, maka disarankan agar tokoh tersebut terlebih dahulu instropeksi diri dan juga mendalami apa sebenarnya akar permasalahan bangsa ini ?. Apakah dengan pemakzulan seperti yang diinginkan oleh beberapa pihak secara terbuka, maupun oleh pihak yang masih malu-malu atau masih sembunyi-sembunyi, negara ini akan sejahtera seperti harapan rakyat yang sudah lama dinantikan ?. Kalau niatnya hanya ingin berkuasa tanpa ada rencana dan program yang matang untuk menggilas akar permasalan bangsa ini, yaitu law enforcement dan korupsi, buang jauh-jauh keinginanmu, segera bertobat mumpung masih ada waktu, mungkin Tuhan akan menunda waktu kiamat tersebut, untuk menunggu tuan-tuan bersatu, bekerjasama dengan semua tokoh lainnya dan pemerintah yang berkuasa, duduk bersama memikirkan dan berkomitmen untuk bisa keluar dari permasalahan besar ini, agar nanti tuan-tuan diingat dan dikenang oleh rakyat sebagai pahlawan.
Sebelum masuk ke pokok pembahasan pemakzulan, perlu ditampilkan kutipan pernyataan dari tokoh, baik yang pro maupun yang kontra perlunya ada pemakzulan yang dikutip dari beberapa pernyataan mereka di berbagai media sosial dan on line.
Dr. Refly Harun, S.H., M.H., LL.M, menyampaikan ada 3 syarat memberhentikan presiden yaitu melakukan pelanggaran hukum; melakukan perbuatan tercela yang melanggar norma adat, kesusilaan dan agama; tidak lagi memenuhi syarat. DPR menjadi kunci awal untuk memproses pemberhentian presiden. Prosedurnya dimulai DPR melakukan investigasi, proses di DPR, kemudian di MK, terakhir ke MPR (channel YouTube RealitaTV (1/6/2020).
Teddy Gusnaidi, lewat twiter, Dewan Pakar Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) menyebut pihak-pihak yang menyerukan pemakzukan Jokowi belakangan ini merupakan para pengecut yang memilih berdiam diri di rumah, saat para aktivis’98 berjibaku menumbangkan rezim Orde Baru. Kemudian, Haris Rusly Moti, melalui akun twitter@motizenchannel, mantan ketua Umum Partai Rakyat Demokratik (PRD) mengatakan, kelompok oposisi tidak mungkin menggusur Jokowi dari kursi kekuasaan. Sebaliknya, Haris Rusly Moti mengatakan, menerima informasi mengenai manuver faksi tertentu di tubuh pemerintahan untuk mengambil alih kekuasan. Boni Hargens, Eksekutif Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) “Boni Hargens katakan ada rencana kudeta manfaatkan situasi COVID”.
Din Syamsuddin, Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif, pemakzulan dimungkinkan dalam konteks politik Islam, syarat tidak adanya keadilan, tidak mempunyai visi kepemimpinan, kehilangan kewibawaan dan kemampuan memimpin terutama dalam masa kritis. Dr. Aidul Fitriciada Azhari, Mantan Ketua Komisi Yudisial. Tidak bisa dijatuhkan karena kebijakan. Kecuali mereka melakukan pelanggaran hukum yang disebutkan dalam Undang-undang Dasar 1945. Denny Indrayana. Tidak bisa diberhentikan kecuali terbukti ada pelanggaran tindak pidana, tidak bisa diberhentkan jika hanya mengacu pada kebijakan yang dikeluarkannya.(TEMPO.CO, 2 Juni 2020).
Ade Armando, Dosen Universitas Indonesia (UI), mempertanyakan alasan pemakzulan karena diktator dan menyesangsarakan rakyat oleh Din Syamsudin. Lebih lanjut, maksud Pa Dim apa ? tegas Ade Amondo. Jangan sampe Pa Dim dianggap orangtua yang nyiyir, sekedar benci ngak tau alasan apa….sama sekali tidak menunjukkan intelektualitas (m.detik.com, 3 Jun 2020). TB Hasanuddin (DPR Fraksi PDIP): Tak Mudah Menjatuhkan Presiden Pilihan Rakyat (jpnn.com, 4 Juni 2020). DR. H. Fauzan M.Pd, Rektor Universitas Raden Rahmad (Unira) mengaku jengah dengan siapapun yang tidak bersimpati dengan kondisi anak bangsa yang tengah berjibaku melawan wabah COVID-19. “Jujur saya katakan, saya sepakat untuk tidak sepakat dengan Din Syamsuddin membicarakan pemakzulan Jokowi di saat Pandemi”, ( nusadaily.com , 3 Juni 2020).
Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI) Munarman, meminta MPR dan DPR RI untuk segera memakzulkan pemimpin tertinggi di negara ini. Pasalnya, Presiden Jokowi di matanya sudah gagal menyejahterakan rakyat Indonesia (tagar.id, 4 Juni 2020). Merahputih.com – Wakil Ketua MPR Fraksi PDI Perjuangan Ahmad Basarah menilai wacana pemakzulan Presiden saat suasana duka akibat pandemi COVID-19 hanya akan menguras energi bangsa dan menuai kritik masyarakat luas (5 Juni 2020).
Pembahasan Pemakzulan
Pengantian presiden mungkin diiginkan oleh sebahagian pihak, umumnya oleh pihak yang tidak mendapatkan bagian kekuasaan yang diinginkan atau mungkin kepentingannya terganggu atau alasan lainnya. Pengantian ini mungkin juga dinginkan oleh tokoh lainnya, yang masih malu-malu menunjukkan kemauannya secara terbuka dan ada yang sudah terus terang menyampaikan keinginannya. Beberapa tokoh yang sudah mendengungkan pemakzulan tersebut, mungkin mewakili organisasi atau kelompok tertentu, walau kadang dibantah.
Tokoh yang mendengungkan pemakzulan pada masa covid-19 dan saat rakyat merasakan dampak krisis ekonomi yang sangat berat ini, bisa disebut kelompok pengecut dan hanya memamfaatkan momen dimana rakyat sedang lemah, demikian juga pemerintah yang dalam posisi babak belur akibat penangan covid-19 yang belum kunjung tuntas. Untuk lepas dari masalah besar ini tidak cukup hanya dengan pengantian pimpinan namun seluruh pihak harus mau mengorbankan kepentingannya demi untuk menghilangkan akar permasalah yang sebenarnya.
Pertanyaan kepada pihak yang menginginkan pamakzulan tersebut. Seandainya pemakzulan terjadi, apa rencana dan program anda selanjutnya ? Misalnya, siapa tokoh yang anda mau dorong jadi presiden untuk dapat menyelesaiakan masalah bangsa ini? Apakah anda bisa jamin bahwa tokoh yang anda akan dorong benar-benar bisa membebaskan NKRI dari belenggu kemiskinan, belenggu korupsi, belenggu penjajahan ekonomi dari beberapa kekuatan besar? Bagaimana anda bisa meyakinkan seluruh rakyat Indonesia, bahwa tujuan anda memakzulkan itu bukan hanya keinginan menggantikan kekuasaan semata, yang nantinya hanya akan dibelokkan untuk memenuhi keinginan kelompok, mengeruk kenikmatan yang hanya untuk kelompok tertentu saja ?
Pertanyaan tersebut mengemuka karena rakyat sudah muak dan kecewa dengan nasib yang harus dilakoni, hidup di bumi yang diketahui sangat kaya raya, diakui dunia, bahkan selalu menjadi incaran bangsa lain untuk dikuasi, namun tidak dikelola dan dimamfaatkan dengan baik oleh para tokoh dan para pimpinan yang sudah diberi kuasa dan wewenang. Kebanyakan asik dan terbuai dengan kenikmatan dan kemudahan yang disediakan oleh kekayaan alam Indonesia yang melimpah. Setelah selesai berkuasa atau turut menduduki posisi di pemerintahannya, ada momen saling tuding, mengklaim priode kepemimpinannya yang lebih baik atau lebih berhasil. Sudah diberi kesempatan menduduki jabatan penting, kemudian setelah tidak berkuasa atau menjabat turut meneriakkan pemakzulan atau mendukung adanya pemakzulan. Yang lebih menyedihkan, statement Haris Rusly Moti mengenai manuver faksi tertentu di tubuh pemerintahan untuk mengambil alih kekuasan. Bila ini benar adanya, apa yang sudah dilakukan kelompok tersebut untuk bangsa ini, rakyat tidak melihat program yang dapat dirasakan menyejahterakan kehidupan mereka. Lantas prestasi tidak terlihat, bagaimana kemudian kalau benar-benar berkuasa penuh ?
Jika rakyat kemudian bertanya kepada tokoh yang sudah terbuka mendegungkan pemakzulan maupun tokoh yang masih bersembunyi, tidak mau terus terang “apa yang sudah diperbuat oleh tuan-tuan yang terhormat, ketika tuan-tuan sudah diberi posisi penting di Negeri ini”? Sebut saja Amin Rais pernah ketua MPR, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, pernah di pemerintahan (Dirjen, Dosen, Guru Besar), kemudian Ketua Umum PP Muhammadiyah dan segudang jabatan lainnya. Harun pernah Komisaris Perusahaan BUMN dan bahkan tokoh yang disebut 98 yang menumbangkan Soharto, ada yang sudah menduduki posisi, mana hasilnya ?. Banyak tokoh lainnya yang masih malu-malu muncul, juga sudah diberi kesempatan untuk menduduki posisi penting, tapi mana hasilnya ?. Ada baiknya agar para tokoh tidak latah, tidak saling tuding dan ingin berkuasa dengan tujuan yang belum tentu satu visi/misi dengan rakyat kebanyakan. Karena apapun argumennya, apapun alasannya, rakyat dengan mudah menilai dan melihat secara nyata kondisi negara sebagai hasil pencapaian dari beberapa presiden sebelumnya sampai presiden saat ini yaitu “maraknya korupsi, rendahnya law enforecement, pengangguran tinggi, persentase rakyat miskin masih tinggi dan habisnya sumber daya alam diperkosa oleh bangsa asing”.
Pertanyaan yang perlu kita jawab bersama adalah apa akar permasalahan bangsa ini ?
Pertanyaan sulit seperti ini, namun jika disodorkan ke rakyat banyak tidak akan begitu sulit untuk dijawab mereka, tidak perlu melakukan seminar, diskusi terbuka dan mengundang para ahli yang bergelar berderet-deret dan juga memiliki pengalaman berderet-deret menduduki posisi penting, rakyat dengan mudah dan lantang akan menjawap “KORUPSI, PENGANGGURAN, MISKIN, KETIDAK ADILAN, KEKAYAAN ALAM MENGUAP”.
Dibutuhkan sikap legowo dari pribadi lepas pribadi atau kelompok yang sudah pernah diberi kesempatan berkuasa, memimpin atau memegang posisi penting, mengakui bahwa ada yang salah, sehingga ketika menjabat tidak dapat berbuat maksimal, dan siapapun itu jika diberi kesempatan yang sama, mungkin belum tentu berhasil, karena ada akar permasalahan besar yang melekat dan perlu diperbaiki bersama.
Jika sepakat dengan ini, saya lanjutkan untuk menjawap akar permasalahan bangsa ini. Menurut saya, ada banyak permasalahan yang sudah terakumulasi, namun paling utama dan kemungkinan besar sama dengan jawaban rakyat kebanyakan, yaitu MARAKNYA KORUPSI, LAW ENFORCEMENT DAN LEMAHNYA TEAM WORK antar lembaga, antar unit, antar kelompok. Masalah lainnya adalah sebagai dampak atau akibat, misalnya kemiskinan, pengangguran, ketidakadilan, pendidikan, kesehatan, kemakmuran, kejahatan dan yang lainnya.
Kiranya tokoh yang gencar membicarakan pemakzulan, tokoh yang sembunyi-sembunyi, tokoh yang malu-malu ditambah dengan tokoh yang diam saja, atau tokoh yang kasak-kusuk ngak tau mau kemana karena takut covid-19, tokoh yang masih aktip di pemerintahan dan masih semangat dan tokoh lainnya yang masih peduli, coba satukan pikiran, satukan langkah, satukan hati untuk merumuskan cara atau jalan keluar agar bangsa ini masih yakin dengan masa depan yang seharusnya mampu diwujudkan.
Melihat perjalanan sejarah, 6 kali penggantian Presiden setelah Proklamator, founding father
Bangsa ini, Ir. Soekarno tidak lagi memimpin NKRI, sudah 6 kali penggantian Presiden. Upaya memberantas penyakit yang tidak kunjung berhasil. Sudah segala upaya, baik menambah lembaga, kampanye dan lain sebagainya, tetap belum berhasil. Menurut saya tidak ada pilihan lain, bangsa ini harus sepakat dan rela berkorban dengan segala resiko yang menyentuh kepentingan masing-masing, satu-satunya cara adalah dengan mengundang-undangkan hukuman mati dan mari kita pilih tokoh yang sanggup menjalankan itu. Tidak perlu malu mencontoh apa yang sudah dilakukan oleh Negara Cina di tahun 1998. Berhasil menyingkirkan masalah korupsi, dan setelah korupsi tersingkir maka masalah lainnya akan teratasi dengan sendirinya.
Percuma membahas pemakzulan, jika kemudian akar permasalahan bangsa ini tidak dapat dituntaskan. Pembahasan hanya menimbulkan masalah instabilitas dan kalaupun kemudian terjadi, namun kondisi bangsa ini masih sama, maka jangan salahkan jika pemakzulan akan timbul berulang dan dapat menjadi kebiasaan.
Kembali ke inti pembahasan, jika sepakat bahwa akar permasalahan adalah LAW ENFORECEMENT DAN KORUPSI, kembali saya lontarkan pertanyaan, kenapa bangsa ini tidak mampu untuk menyingkirkannya ?
Jika rakyat memohon kepada para ahli dan juga tuan-tuan yang berkuasa di negeri ini agar law enforcement dan korupsi bisa ditegakkan, apakah Bapak/Ibu yang terhormat dan mulia bersedia untuk mewujudkan permintaan tersebut ? Jika bersedia, rakyat akan menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya dan kami akan menyelenggaran pesta rakyat untuk mengelu-elukan Bapak/Ibu sekalian adalah pejuang rakyat di seluruh nusantara.
Terkait bagaimana caranya, rakyat serahkan sepenuhnya kepada Bapak/Ibu yang terhormat dan yang mulia. Namun yang diinginkan oleh rakyat adalah rumuskan UU yang jelas dan tegas disegala bidang termasuk menerapkan hukuman mati. Presiden memilih dan menempatkan para pimpinan yang mau dan mampu menjalankan tanpa pandang buluh, tanpa tebang pilih. Buatkan pakta integritas untuk ditandatangani oleh para pejabat terkait dengan penegakan hukum tersebut, mulai dari lapis yang paling tinggi sampai ke lapis yang paling bawah. Pilih kembali dewan pengawas lembaga tinggi untuk ditempati oleh tokoh muda yang integritasnya masih dapat diandalkan. Libatkan rakyat untuk memilih tokoh muda dimaksud. DPR yang terhormat agar membuka diri untuk merevisi dan mengesahkan UU yang selama ini diprotes oleh rakyat dan membuka diri untuk memasukkan hukuman mati di setiap UU. Ketua partai dan tokoh partai yang terhormat dan mulia, agar mendorong para kadernya atau wakilnya di DPR untuk siap mengakomodasi tuntutan rakyat untuk merevisi UU dan memasukkan hukuman mati di UU.
Untuk menduduki posisi menteri, pilih dari professional yang masih diyakini memiliki integritas yang tinggi, kecerdasan, kemampuan dibidangnya masing-masing. Bila pilihan ada dari partai, dipersilakan. Namun setelah terpilih diharuskan keluar dari kepengurusan partai dan bebas dari pengaruh partai. Pengalaman di pemerintahan mungkin bisa dinomor duakan, beri waktu ke tokoh-tokoh muda yang memiliki potensi. Tetapkan key performance indikator yang terukur kepada para menteri sampai ke jajaran yang paling bawah. DPR terpilih diharuskan aktip untuk melakukan monitoring dan pengawasan secara regular kepada masing-masing menteri. Agar produktip, tempatkan masing-masing 1 orang dari fraksi untuk mengawasi executive secara regular. Bagi sebagian personal DPR terpilih yang mungkin kurang kapable dalam melakukan pekerjaan tersebut, pemerintah dapat membantu untuk mencarikan ahli yang kompeten secara terbuka untuk mendampingi oknum DPR dimaksud. Semua pejabat diharuskan membuatkan program dan strategi pelaksanaannya dan wajib dinilai dan diawasi oleh lembaga yang sudah ditetapkan menjadi pelaksana. Penilaian harus diumumkan secara transparan untuk diketahui oleh rakyat dan pejabat terpilih harus siap diganti ketika hasil penilaian KPI yang ditetapkan tidak tercapai.
Untuk mewujudkan keinginan tersebut, perlu ada komitmen dan peran serta dari para tokoh yang memiliki kuasa dan juga pengaruh, sebut saja para ketua dan pengurus partai, presiden, para ketua organisasi masyarakat yang besar (NU, Muhammadyah), tokoh agama, organisasi kemasyarakatan lainnya. Mari segera kita wujudkan sesegera mungkin, sebelum peristiwa-peristiwa yang tidak bisa kita pastikan dan bayangkan terjadi mendahului keinginan tersebut.
Jika benar-benar tujuan pemakzulan adalah demi kesejahteraan rakyat banyak, demi kejayaan Indonesia dan semua pihak sepakat dan bersedia berkorban untuk mewujudkan tujuan tersebut, bahkan mengorbankan kepentingan individu sekalipun, misalnya siap menerima dan iklas jika kemudian hukum harus menyentuh diri sendiri dan kelompoknya, maka menurut saya Presiden kita, Joko Widodo, kemungkinan besar juga akan siap digantikan, jika itu yang menjadi kesepakatan, atau dipercaya untuk melakukan itu, juga akan siap.