ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT

Pekik 45, Go To Hell Covid-19 and Owner’s

Pendemi virus corona disebut Covid-19 oleh WHO, muncul awal tahun 2020 di Wuhan, Provinsi Hubel, Cina dan kemudian menyebar ke semua negara.  Corona pertama di Indonesia diumumkan Presiden Jokowi tanggal 2 Maret 2020, dua warga negara Indonesia terpapar yang diketahui kemudian melakukan kontak dengan WNA Jepang dipertengahan Februari 2020.

Jumlah penderita terus bertambah dan seluruh negara berjuang keras menghentikan penyebarannya. Negara lain menerapkan kebijakan lock down dan Indonesia menjalankan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan sudah mengeluarkan biaya yang sangat besar. Perekonomian Indonesia sangat tertekan, pertumbuhan ekonomi melambat, rupiah terus melemah, Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) terus bertambah, banyak perusahaan gulung tikar dan masih akan terus berlanjut, harga kebutuhan bahan pokok merangkak naik dan ada sinyal ketersediaan kebutuhan bahan pokok tersebut akan terganggu.

Bahaya besar menjadi momok yang dapat meluluh lantakkan tatanan sosial, ekonomi dan pembangunan yang sudah diraih sejak Indonesia merdeka.  Mengulang sejarah kebersamaan, gotong royong, bahu membahu dari seluruh elemen bangsa saat itu, biaya yang terbatas dan peralatan seadanya, kemudian berhasil melepaskan belenggu penjajah, berhasil mengusir penjajah yang sudah membelenggu Indonesia dalam kurun waktu ratusan tahun. Nilai persatuan, gotong royong dan kebersamaan yang tumbuh subur pada saat itu, saat ini sudah luntur dan berat untuk dapat membangkitkan kembali “nilai semangat gotong royong” untuk mengatasi covid-19. Seharusnya dengan nilai “gotong royong” tersebut ditambah dengan iklim tropis negara Indonesia yang ditakuti oleh covid-19.

Korea Selatan yang bukan negara tropis dan bukan negara pewaris nilai gotong royong duluan berhasil membendung penyebaran covid-19 dengan menggunakan warisan berharga yang dimiliki Indonesia “gotong royong” dan bahkan dikabarkan sudah menemukan obat penangkalnya. Demikian juga negara Cina, kota Wuhan yang tadinya sumber covid-19 berhasil dibendung untuk tidak menyebar ke wilayah Cina lainnya yang penduduk dan luas wilayahnya jauh lebih besar dari wilayah Indonesia.

Disayangkan Indonesia yang dihuni banyak tokoh bangsa dan masyarakat, tokoh politik, tokoh agama dari berbagai kelompok yang memiliki kekuatan besar untuk mengerakkan semua elemen bangsa ini untuk bersatu padu menghambat covid-19. Pemerintah kurang cepat untuk segera mengajak tokoh dimaksud, melibatkan mereka untuk dapat bersatu padu minimal mengajak warganya. Memahami budaya yang biasanya menghargai dan mengundang turut serta ikut mengetahui dan memberi saran atas masalah besar yang berpotensi untuk menenggelamkan Bangsa Indonesia.

Ditengah penangan covid-19, ada media sosial, media cetak yang mempertontonkan kritikan yang saling menyalahkan, menunjukkan kebencian dan patut diduga oleh beberapa oknum memanfaatkan situasi ini untuk menonjolkan diri masing-masing sebagai tokoh yang dapat menyelesaikan masalah covid-19 untuk tujuan tertentu.   Kita harus menyadari bahwa covid-19 ini adalah peringatan keras kepada stakeholder (pemangku kepentingan) Negara Indonesia untuk memperbaiki berprilaku dan menjungjung nilai-nilai yang tumbuh sejak Indonesia berdiri, kearifan lokal, budaya, agama, peraturan yang menitik beratkan terhadap kebenaran yang hakiki. Di Daerah Sumatera Utara dikenal dengan sebutan “ Habonaron Do Bona”, terjemahan langsungnya “ “Kebenaran Itu Pangkal”.

Saat ini, pihak yang memiliki kekuasaan, materi, ketokohan, garis keturunan, kelompok tertentu cenderung mempertontonkan, mendahulukan dan memanfaatkan keistimewaan yang melekat dalam diri masing-masing untuk memaksa dan menindak masyarakat bawah dan kelompok yang tidak memiliki keistimewaan tersebut, sehingga timbul perbedaan yang semakin meruncing dalam mendapatkan kebebasan, kenikmatan dan kepuasan hidup yang menggeser dan mengesampingkan nilai-nilai yang sudah tumbuh jauh sebelum Indonesia merdeka. Belum lagi keistimewaan tersebut terbatas hanya dirasakan oleh sebagian kecil orang atau kelompok yang bukan dikategorikan atau dianggap Pribumi oleh sebagian besar masyarakat. 

Covid-19 belum diketahui kapan berakhir, dan walau covid-19 berhasil dihentikan namun tekanan terhadap sosial, ekonomi dan budaya tidak akan dapat dihentikan secara bersamaan. Pemulihan sosial, ekonomi dan budaya masih akan membebani masyarakat Indonesia dalam jangka waktu lama. Lepas dari beban covid-19 ini, bangsa Indonesia masih dibayang-bayangi masalah yang semakin terakumulasi antara dua kekuatan raksasa (Cina dan Amerika) dan mungkin diperkuat oleh masing-masing sekutunya untuk menggiring masalah ini untuk diselesaikan dengan cara perang, disebut perang dunia III di media sosial. Diharapkan PD III tidak terjadi, namun melihat ego dan masalah yang berakumulasi dan dilewatkan begitu saja tanpa ada penyeselesaian yang tuntas ditambah dengan ambisi masing-masing kekuatan untuk menjadi negara adidaya dan arogansi masing-masing pihak mempertontonkan  kekuatan yang dimiliki semakin memperkecil kemungkinan untuk tidak terjadi.

Diharapkan agar seluruh komponen bangsa Indonesia tidak terpengaruh untuk memihak salah satu kekuatan yang bertikai, walaupun sulit mengingat masyarakat  Indonesia yang heterogen yang sebelumnya dapat dikelola dengan baik sebagai aset negara, belakang ini dibenturkan oleh keinginan dari pihak-pihak tertentu yang hanya mendahulukan kepentingan kelompok. Masih segar dalam ingatan dalam pelaksanaan Pilkada DKI dan pemilihan Presiden, sangat mudah untuk menilai apa yang terjadi pada saat itu dan hal yang sama akan berpotensi untuk bangkit kembali.

Musibah covid-19 dan kemungkinan PD III tentu dapat melemahkan semua kekuatan yang ada dan kelompok yang merasa dirugikan sebelumnya berpotensi untuk mengambil momen untuk melakukan pembalasan saat peluang terbuka ditengah merebaknya covid-19 dan dampak perang PD III. Dengan kondisi yang terakumulasi tersebut, maka akan kecil kemungkinan untuk menciptakan wadah yang dapat mempertemukan masing-masing pihak untuk menyatu menyusun langkah yang mementingkan kesejahteraan rakyat banyak menjadi tujuan bersama.

Gambaran gelap tersebut dimungkinkan hadir di depan rakyat Indonesia, namun jika seluruh rakyat Indonesia sadar atas resiko kesengsaraan yang cukup berat bagi seluruh lapisan masyarakat, maka sudah sepatutnya seluruh elemen bangsa tidak membiarkan kesengsaraan itu terjadi. Mari menanggalkan kepentingan dan keinginan yang selama ini sudah mengkaburkan mata kita, dimana kita telah terlena dengan kekuasaan dan kebahagiaan semu yang selama ini sudah dinikmati oleh segelintir orang saja. Covid-19 membuka mata hati para hartawan dan penguasa yang telah memanfaatkan keistimewaan yang diperoleh tanpa ada yang bisa menghambat, namun diterobos oleh covid-19. Biaya besar, dampak besar yang tidak terduga, tatanan sosial budaya diporak porandakan oleh covid-19 dan korban jiwa dikuburkan tanpa memandang status dan tanpa ada penghormatan selayaknya.

Covid-19 dapat berakhir namun menyisakan permasalahan yang cukup berat bagi seluruh bangsa Indonesia. Anggaran belanja negara (APBN) 2020 dialihkan untuk penanganan covid-19, pengangguran meningkat, angka kemiskinan meningkat, lapangan pekerjaan menurun drastis akibat banyak perusahaan yang bangkrut, tekanan ekonomi yang cukup berat dan tekanan dari lingkungan dunia Internasional yang saat ini sedang bergolak.

Pertanyaan penting dari semua peristiwa yang menimbulkan kesulitan, kesengsaraan dan korban jiwa yang tidak terhitung nilainya, bagaimana kita bersikap ?. Peristiwa ini seharusnya dapat digunakan sebagai tonggak untuk merubah semua prilaku yang sudah semakin menyimpang jauh dari nilai-nilai yang sudah ada sejak para pendahulu kita hidup jauh kebelakang, baik dalam hal budaya, sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Wilayah Indonesia yang didiami oleh banyak suku dan suku yang populasinya paling banyak yaitu Suku Jawa, Suku Sunda, Suku Batak, Suku Madura, Suku Betawi, Suku Minangkabau, Suku Bugis, Suku Melayu, Suku Arab, Suku Banten. Kita harus melihat sejarah ke belakang dimana pendiri negara ini selalu melibatkan para tokoh dari masing-masing suku yang ada, para tokoh agama dan golongan lain untuk turut serta, berbeda dengan yang berkembang saat ini yang terlihat terwakili di DPR dan seharusnya memiliki peran besar juga, selain Pemerintah, namun tidak menggambarkan suara rakyat banyak, yang ada adalah dugaan keberpihakkan terhadap kepentingan golongan tertentu yang memiliki kekuasaan dan kekuatan financial yang diperolehnya dengan keistimewaan yang tidak dimiliki oleh pihak lain. Kekuatan politik, financial dan kekuasaan dari golongan tertentu yang populasinya hanya sebahagian kecil dari masyarakat Indonesia semakin meningkat drastis dan semakin mudah untuk merealisasikan target besar yang sudah direncanakan secara cermat dan terukur dan pada titik tertentu posisi tuan rumah dapat digeser dengan mudah menjadi tamu, pembantu, tenaga keamanan, cleaning service dan kepala rumah tangga dari tamu yang sebelumnya diberikan tempat untuk berteduh oleh si tuan rumah. Tuan rumah harus segera bangun, bergotong royong, sadar untuk tidak saling mencurigai untuk berjuang mengoreksi keadaan saat ini dan bahu membahu memperbaiki agar dikembalikan ke keadaan yang seharusnya. Metode dan semangat yang diperlihatkan oleh pendahulu kita patut dicontoh dan tentu disesuaikan dengan situasi terkini.

Peristiwa covid-19 membuka peluang dan kesempatan untuk membangkitkan semangat kita semua memperbaharui kehidupan sosial, ekonomi dan politik ke arah yang lebih baik dan menjadi tuan rumah di rumah sendiri. Ambisi untuk memperoleh keistimewaan dengan mengorbankan hak dan kebahagian saudara kita patut kita patuskan, kita tinggalkan. Covid-19 membuktikan persaudaraan, kebersamaan dan gotong royong yang selama ini menjadi value (nilai lebih) dari Rakyat Indonesia yang sudah lama tertanam di masing-masing suku dan kelompok adalah metode yang sangat tepat mengatasi segala masalah besar, termasuk mengatasi masalah covid-19 yang masih belum berakhir. Namun sangat disayangkan bahwa nilai tersebut digunakan oleh negara lainnya, misalnya Korea Selatan dan kita lihat negara tersebut berhasil dengan waktu yang lebih pendek dan juga dengan biaya yang jauh sudah dikorbankan oleh Indonesia.

Pihak, golongan dan tokoh yang selalu mempertontonkan kritik dan arogansi tanpa memberikan solusi. Demikian juga pihak, kelompok, dan tokoh yang menggunakan situasi saat ini untuk menebar pesona agar segera mungkin menghentikan sikap tersebut, pesona akan muncul otomatis, tidak perlu dipolitisir dan dipertontonkan. Jika ketulusan ada melekat dalam melaksanakan program yang dibutuhkan rakyat tersebut maka pesona yang diinginkan itu tidak akan kemana-mana. Soyogyanya melakukan kewajiban yang sudah melekat dalam dirinya dan dibiayai oleh negara, namun dilakukan dengan menonjolkan pencitraan atau tebar pesona seharusnya menjadi beban mental, kesalahan yang memalukan dan tindakan yang dibenci oleh Tuhan kita.

Pemerintah yang diberikan mandat dan tanggungjawab untuk membawa kami rakyat Indonesia untuk dapat mencicipi keamanan, dan kesejahteraan yang sudah diidam-idamkan sejak nenek moyang kami, kiranya jangan hanya menjadi mimpi yang abadi, sementara tetangga yang sebelumnya menompang disamping kami sudah lebih awal merasakannya. Pemerataan dan kesetaraan yang dinilai semakin jauh  jangan sampai berkesinambungan dirasakan oleh generasi penerus yang masih bertahan hidup dengan penuh penantian dan kesabaran yang diwariskan oleh nenek moyang mereka sebagai penemu dari wilayah yang didiaminya turun temurun.

Banyak anak bangsa berbakat, ahli, kompeten, berintegritas, patriot, mumpuni dibidangnya masing-masing namun sangat disayangkan tersesat, terbelengu, tersembunyi, tertutupi, terhalangi secara sengaja maupun tidak sengaja sehingga tertutup dari jangkauan dan tatapan orang banyak, sehingga tidak memiliki kesempatan untuk dapat berkontribusi lebih banyak. Adalah kesalahan besar dan dosa besar bagi pihak yang sengaja menghalang-halangi anak bangsa yang memiliki kemampaun lebih namun digantikan oleh personal lain yang kompetensinya jauh dibawah. Jika disadari, egoisme seperti ini sangat merugikan dan terjadi bisa dibanyak tempat. Penundaan kemajuan ekonomi, sosial dan kesejahteraan rakyat akibat tindakan demikian yang dianggap biasa saat ini sangat mengecewakan dan membuat dada kita sesak. Belum lagi tindakan demikian dilakukan dengan menyisipkan pihak yang tadinya datang dari luar Indonesia yang mendapatkan tumpangan dan pengetahuan dari pihak yang sudah dipindahkan posisinya menjadi penjaga keamanan.

Langkah maju sampai ke titik sekarang ini segera harus dibendung dan disadarkan. Jangan sampai kebablasan untuk maju terus sampai ketahap yang seharusnya tabu untuk menjadi haknya. Hukum, Ekonomi, kekuasaan mungkin dapat ditarik ke posisi yang diinginkan dan dimiliki sekalipun, tapi jangan bermimpi bahwa kekuatan alam, keberpihakkan alam semesta, Tuhan yang disembah tidak akan tutup mata dan menunjukkan kekuatannya untuk menggilas kesombongan yang belum pernah dibenturkan dengan kekuatan yang tidak disadari oleh pemiliknya karena terlena dan lupa daratan. Covid-19 yang tidak tahu siapa tuannya, namun Tuhan maha pencipta dapat mengenali pemilik dan merubah arah covid-19 tersebut untuk berbalik menghakimi pemilik awalnya.

Mengakhiri tulisan saya ini, saya menekankan bahwa masalah covid-19 dan masalah pasca covid-19 yang berpotensi mengundang masalah yang lebih besar lagi dalam waktu dekat ini, tidak bisa dipungkuri tekanan ekonomi, pengangguran, masalah sosial, keamanan akan menjadi tugas berat dari Pemerintah Indonesia. Potensi perpecahan yang tidak perlu dan hanya karena keinginan kelompok kecil yang selama ini memanfaatkan rakyat Indonesia untuk hanya menjadi penikmat atau konsumen yang dapat membunuh masa depan bangsa ini, misalnya narkoba, sex, miras, HP, Internet, game, cafe, food court, mall, motor, kartu kredit, mobil, leasing, mini market, dan kenikmatan lainnya. Pekerjaan ini sangat sulit untuk dapat diselesaikan sendiri oleh Pemerintah. Kebangkitan semua unsur masyarakat Indonesia yang cinta Indonesia sangat diperlukan dan harus sesegera mungkin bangkit, satukan arah untuk kesejahteraan rakyat Indonesia lupakan dan buang keinginan egosentris masing-masing, tanpa komando dan perintah. Kemerdekaan adalah harga mati, jika belenggu yang dirasakan saat ini disepakati oleh rakyat Indonesia kategori “Penjajahan”. Maka tidak berlebihan jika kumandang pekik merdeka dari para pendahulu kita saat mereka merebut kemerdekaan ini dengan pekikan “ HIDUP ATAU MATI” dapat kita rumuskan kembali dengan pekik yang lebih bergema sesuai jaman now dan biarlah bisikan hati kita nanti memilih kata yang memiliki getaran yang dasyat menuju Indonesia Raya hidup “ SEJAHTERA DAN TUAN DI NEGERI SENDIRI”.

DomaiNesia
DomaiNesia

Terbaru

ADVERTISEMENT

Warning: Trying to access array offset on value of type bool in /home/u4912752/public_html/wp-content/plugins/jnews-jsonld/class.jnews-jsonld.php on line 261

Fatal error: Uncaught TypeError: implode(): Argument #2 ($array) must be of type ?array, string given in /home/u4912752/public_html/wp-content/plugins/wp-rocket/vendor/matthiasmullie/minify/src/CSS.php:518 Stack trace: #0 /home/u4912752/public_html/wp-content/plugins/wp-rocket/vendor/matthiasmullie/minify/src/CSS.php(518): implode() #1 /home/u4912752/public_html/wp-content/plugins/wp-rocket/vendor/matthiasmullie/minify/src/CSS.php(311): MatthiasMullie\Minify\CSS->shortenHex() #2 /home/u4912752/public_html/wp-content/plugins/wp-rocket/vendor/matthiasmullie/minify/src/Minify.php(111): MatthiasMullie\Minify\CSS->execute() #3 /home/u4912752/public_html/wp-content/plugins/wp-rocket/inc/classes/optimization/CSS/class-minify.php(174): MatthiasMullie\Minify\Minify->minify() #4 /home/u4912752/public_html/wp-content/plugins/wp-rocket/inc/classes/optimization/CSS/class-minify.php(128): WP_Rocket\Optimization\CSS\Minify->minify() #5 /home/u4912752/public_html/wp-content/plugins/wp-rocket/inc/classes/optimization/CSS/class-minify.php(66): WP_Rocket\Optimization\CSS\Minify->replace_url() #6 /home/u4912752/public_html/wp-content/plugins/wp-rocket/inc/classes/subscriber/Optimization/class-abstract-minify-subscriber.php(85): WP_Rocket\Optimization\CSS\Minify->optimize() #7 /home/u4912752/public_html/wp-content/plugins/wp-rocket/inc/classes/subscriber/Optimization/class-minify-css-subscriber.php(44): WP_Rocket\Subscriber\Optimization\Minify_Subscriber->optimize() #8 /home/u4912752/public_html/wp-includes/class-wp-hook.php(324): WP_Rocket\Subscriber\Optimization\Minify_CSS_Subscriber->process() #9 /home/u4912752/public_html/wp-includes/plugin.php(205): WP_Hook->apply_filters() #10 /home/u4912752/public_html/wp-content/plugins/wp-rocket/inc/front/process.php(417): apply_filters() #11 [internal function]: do_rocket_callback() #12 /home/u4912752/public_html/wp-includes/functions.php(5427): ob_end_flush() #13 /home/u4912752/public_html/wp-includes/class-wp-hook.php(324): wp_ob_end_flush_all() #14 /home/u4912752/public_html/wp-includes/class-wp-hook.php(348): WP_Hook->apply_filters() #15 /home/u4912752/public_html/wp-includes/plugin.php(517): WP_Hook->do_action() #16 /home/u4912752/public_html/wp-includes/load.php(1280): do_action() #17 [internal function]: shutdown_action_hook() #18 {main} thrown in /home/u4912752/public_html/wp-content/plugins/wp-rocket/vendor/matthiasmullie/minify/src/CSS.php on line 518