Ada Apa Polda Riau Belum Periksa Dirut PHR Terkait Tragedi 2 Balita di Kolam Limbah?

Editor Ramba Berita
14 Jun 2025 19:46
3 menit membaca

Rambaberita.com-Pekanbaru – Hampir dua bulan sejak insiden tragis tenggelamnya dua balita di kolam limbah milik PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) di Rokan Hilir, Kepolisian Daerah (Polda) Riau belum juga menetapkan satu pun tersangka.

Bahkan, hingga kini, Direktur Utama PHR sebagai penanggung jawab tertinggi di perusahaan pelat merah itu, diinfokan belum tersentuh pemeriksaan.

Kapolda Riau Irjen Herry Herawan melalui Direktur Reserse Kriminal Umum, Kombes Pol Asep Darmawan, menyampaikan bahwa penyelidikan masih berlangsung.

Hingga pertengahan Juni 2025, baru sepuluh orang saksi internal perusahaan yang diperiksa, mulai dari tim proyek hingga bagian keselamatan kerja (K3).

“Saya enggak hafal siapa saja yang diperiksa. Tapi kalau tidak salah sudah ada tim proyek, tim K3, dan delapan orang lainnya dari divisi development project dan project engineering,” ujar Asep saat dikonfirmasi, Kamis, 12 Juni 2025.

Namun, saat ditanya apakah Direktur Utama PHR akan turut dimintai keterangan, Asep menolak memberi kepastian.

Ia beralasan penyelidikan masih berproses dan dilakukan secara bertahap.

“Kita enggak mau berandai-andai. Pertanggungjawaban akan ditentukan sesuai jabatan masing-masing. Pemeriksaan harus berjenjang dari bawah,” kata Asep.

Pernyataan itu memantik tanda tanya besar dari Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Organisasi Masyarakat (Ormas) Pemuda Tri Karya (PETIR).

Pasalnya, laporan resmi atas kasus ini telah dilayangkan oleh PETIR sejak 19 Mei 2025, menyusul kematian dua balita yang ditemukan tewas di kolam bekas rig pengeboran di Dusun Mekar Sari, Kecamatan Rantau Kopar, Kabupaten Rokan Hilir, pada Selasa, 22 April 2025.

PETIR mengungkap, berdasarkan investigasi lapangan di lokasi kerja PHR di Jalan Lokasi Petani 55, mereka menemukan berbagai indikasi kuat kelalaian pengelolaan limbah dan pelanggaran prosedur keselamatan kerja.

Bukti permulaan yang diserahkan ke Polda Riau mencakup:

  • Hasil uji laboratorium yang menunjukkan limbah melebihi ambang batas baku mutu;
  • Testimoni pemilik kebun yang terdampak langsung limbah;
  • Dokumentasi visual limbah yang meluap ke lahan warga;

  • Bukti absennya rambu peringatan dan sistem pengamanan di lokasi kolam limbah;

  • Foto dua balita korban yang tewas di lokasi kejadian.

“Kami menyimpulkan adanya pembiaran terhadap pencemaran limbah dan kelalaian pengamanan di areal kerja PHR. Situasi ini sangat fatal dan mengarah pada kelalaian sistemik,” ujar Ketua Umum DPN PETIR, Jack Sihombing, Jumat, 13 Juni 2025.

PETIR mendesak aparat penegak hukum tidak hanya memeriksa level bawah perusahaan, melainkan juga mengusut tanggung jawab struktural hingga ke jajaran direksi.

“Dirut PHR tidak bisa berlindung di balik prosedur teknis. Ini soal nyawa manusia dan tanggung jawab korporasi,” tegas Jack.

Lambanya pemeriksaan terhadap pucuk pimpinan PHR memunculkan spekulasi: benarkah hukum berjalan adil dalam kasus ini,, atau ada kekuatan besar yang melindungi elite korporasi?

Publik pun bertanya-tanya, sampai kapan tragedi lingkungan yang menelan korban jiwa akan diproses setengah hati? **(vin/Riausatu.com).

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

xDomaiNesia
xwww.domainesia.com